Di sebuah kota kecil, hiduplah seorang pria bernama Bima. Ia dikenal sebagai orang yang jarang, bahkan hampir tidak pernah, mengucapkan kata "tolong" ketika meminta sesuatu. Bukan karena ia sombong atau jahat, tapi entah kenapa, kata itu terasa asing di mulutnya. Baginya, jika sesuatu bisa didapatkan tanpa harus memohon, kenapa harus repot-repot minta tolong?
Setiap hari, di warung langganannya, ia akan berkata kepada penjual, "Kopi hitam satu." Tanpa embel-embel “tolong” atau “bisa bantu buatkan?” Sang penjual, Pak Jaya, sudah terbiasa dan hanya menghela napas setiap kali melayani Bima.
Di kantor, ia bukan tipe orang yang kasar, tapi gaya bicaranya selalu terdengar seperti perintah. Kepada rekan kerjanya, ia akan berkata, "Kirim laporan ini sebelum jam 3." Kepada juniornya, ia berkata, "Ambilkan berkas di meja depan." Tak sekalipun ia mengatakan "tolong", seolah-olah semua orang sudah seharusnya membantunya.
Namun, semua itu mulai berubah suatu hari ketika ia mengalami kecelakaan kecil. Saat menyeberang jalan, kakinya terkilir dan ia jatuh di trotoar. Jalanan sedang ramai, dan orang-orang berlalu-lalang, tapi tak ada satu pun yang langsung membantunya. Ia berusaha bangkit, tapi sakitnya terlalu parah.
Dilihatnya seorang anak muda lewat di dekatnya, dan dengan nada seperti biasanya, ia berkata, "Angkat saya."
Anak muda itu meliriknya sebentar, lalu pergi tanpa berkata apa-apa. Seorang ibu-ibu yang lewat hanya menatapnya ragu.
Untuk pertama kalinya, Bima merasakan bagaimana rasanya tidak didengar. Ia mencoba lagi, kali ini dengan sedikit lebih rendah hati, "Bantu saya." Tapi tetap saja, orang-orang tampak ragu.
Barulah ketika seorang tukang parkir lewat, Bima akhirnya mengucapkan kata yang selama ini hampir tidak pernah ia pakai, "Pak, tolong bantu saya berdiri."
Dan saat itu juga, tukang parkir itu langsung sigap membantu.
Sejak kejadian itu, Bima mulai menyadari bahwa kata “tolong” bukan sekadar formalitas. Itu adalah ungkapan yang membuat orang lain merasa dihargai, bahwa bantuan mereka bukan sekadar kewajiban, tapi sesuatu yang berarti. Sejak saat itu, ia mulai belajar mengubah kebiasaannya, sedikit demi sedikit.
Di warung, ia berkata, "Pak Jaya, tolong buatkan kopi hitam satu."
Di kantor, ia berkata, "Bisa tolong kirimkan laporan ini sebelum jam 3?"
Dan di hatinya, ia tahu bahwa satu kata sederhana itu telah mengubah cara orang melihatnya dan bagaimana ia melihat dunia.
+ komentar + 1 komentar
Pasti Ada tu orang bossy gitu
Posting Komentar